JAKARTA – Sampah domestik menjadi masalah nasional yang tak kunjung selesai. Bahkan sebagian besar kota meteropolitan, besar atau kecil, dalam bet 10 kondisi darurat sampah.
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sudah penuh atau overloaded, seperti di TPST Bantargebang, TPA Sarimukti Bandung, TPA Sumurbatu Kota Bekasi, TPA Burangkeng Kabupaten Bekasi, TPA Cipayung Depok, TPA Cipeucang Tangerang, TPA Jalupang Karawang, TPA Piyungan Yogyakarta, dan ratusan TPA lainnya.
Sejauh ini, aktivitas pengurangan dan guna ulang sampah masih didominasi sektor informal. Sektor informal persampahan adalah pelaku riil ekonomi sirkular (circular economy) di Indonesia dan dunia. Mereka memilah dan mengolah sampah siang-malam. Ada yang bilang mereka pelopor 3R (reduce, reuse, recyle).
“Berbagai laporan kajian ilmiah dan semi-ilmiah di seluruh dunia menggambarkan bahwa peran sektor informal memberi kontribusi besar terhadap pengelolaan sampah,” kata Bagong Suyoto, Ketua Koalisi Persampahan Indonesia (KPNas) dan Ketua Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI) dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/8).
Bagong menjelaskan, aktivitas pemulung mengais sampah, usaha pelapak mengumpulkan berbagai jenis sampah, dan usaha pencacahan plastik mengalami kelesuan, daya beli semakin ringkih, mati suri, dan bangkrut.
Mereka adalah sektor informal dengan kategori pendidikan rendah, usaha sederhana, modal kecil, tidak ada izin, dll. Sektor pencacahan plastik yang dikaji dalam konteks ini masuk sektor informal.
“Sektor informal persampahan punya peran penting dalam pengumpulan plastik dan kertas untuk bahan baku industri daur ulang. Namun, negara tidak peduli dan melindungi pemulung. Ketika harga pungutan sampah turun drastis, tidak ada yang menolong! Mereka teriak pun tidak ada yang mendengar! Bagaimana pemulung, pelapak, dan buruh sortir dapat meningkatkan taraf hidupannya?” kata Bagong.
Padahal, lanjut Bagong, peran mereka sangat besar dibanding slot garansi kontributor lain dalam pengumpulan plastik (84,3%) dan kertas (80%) untuk bahan baku industri daur ulang menurut laporan Ditjen PSLB3 KLHK RI 2021.
Harga berbagai jenis sampah pungutan pemulung dan sampah domestik sangat fluktuatif dan cenderung menurun. Dampaknya sangat dirasakan mereka. Sejak 2019 hingga Agustus 2023 APPI, KPNas, Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI) dan Yayasan Kajian Sampah Nasional (YKSN) melakukan kajian terhadap kondisi harga sampah pungutan dan perekonomian pemulung, pelapak, buruh sortir, pencacahan plastik.
Bagong memaparkan, penurunan harga Januari-Agustus 2023 merupakan paling parah sepanjang sejarah dalam kurun waktu lima tahun belakangan. Situasi tersebut sangat menyulitkan kehidupan pelaku ekonomi sirkular ini. Masa depan mereka semakin buram. Kondisi tersebut telah dilaporkan kepada pihak berwenang: pemerintah, dunia usaha, DPR RI, dll, serta dipublikasikan di berbagai media massa daerah dan nasional.
Tim kajian melihat langsung deretan gubuk pemulung merupakan fakta adanya kemiskinan laten dan struktural. Dalam siklus ekonomi pemulung sebagai kontributor bahan baku daur ulang ada jeratan-jeratan eksploitasi dan rente. Juga sebagai pelaku ekonomi sirkular dalam konteks modern.
“Jika diteliti secara cermat, penghasilan pemulung sebulan Rp1,2 juta-Rp2 juta sekarang. Jarang yang mendapat Rp3,5 juta-Rp4 juta. Pendapatan pemulung turun drastis karena harga-harga sampah pungutan jatuh tak ketulungan,” katanya miris.
Harga sampah gabrugan (campuran) dari Rp1.400/Kg turun menjadi Rp700-800/kg, bahkan ada yang Rp600/kg. Pendapatan pemulung turun 50-60%. Jika tak punya uang biasanya mereka berutang ke bos atau bank emok dengan bunga 10% atau lebih.
Harga jatuh yang terparah menimpa kertas dan plastik emberan. Harga kertas kardus cuma Rp1.000/kg, dulu ketika harga normal Rp3.200/kg di tingkat slot bet 200 pemulung. Duplek Rp300/kg, dulu Rp700/kg. Ember gabrugan Rp500/kg, dulu Rp1.200/kg. PET bodong Rp3.000/kg, dulu Rp6.000/kg. PP gelas Rp3.500/kg, dulu Rp7.000/kg. Himpek/PVC Rp2.000/kg, dulu Rp5.000/kg. PP hitam Rp4.700/kg, dulu Rp6.000/kg.
WhatsApp us